Home » » BUDIDAYA ULAT SUTRA

BUDIDAYA ULAT SUTRA


ulat sutra adalah ulat dengan penghasil benang sutra terbaik ,benang nya banyak dipai sebagai bahan baku pembuatan pakaian dengan nilai harga jual yang tinggi sebab kain sutra dapat dirasakan begitu halus jika dipakai, ulat sutra tidak lepas dengan yang namanya ,murbey .murbey adalah makanan pokok ulat sutra sehingga murbey sangat dibutuhkan dalam budidaya ulat sutra.


Jenis-jenis ulat sutera

ulat sutera yang menghasilkan sutera alam berdasarkan kebiasaan hidupnya dibagi dua kelompok.

1. Ulat sutera liar (Wilik Silkworm), yaitu ulat sutera yang biasa hidup bebas dibeberapa pohon.
2. Ulat sutera yang dipelihara di dalam ruangan dan merupakan penghasil utama ulat sutera yang meliputi 95% produksi sutera dunia.

Ulat sutera yang tergolong sebagai ulat sutera liar adalah sebagai berikut.


  • Philosamia ricini Hutt (ulat sutera eri) Ulat ini makan daun jarak (Ricinus communis L) dan di India hasil suteranya disebut ulat eri.
  • Antheraea pernyi Guerin (ulat sutera tasar Cina). Ulat ini makan daun Quercus sp dan sutera yang dihasilakn disebut sutera tasar.
  • Anthereae yamamai Guerin (ulat sutera tasar Jepang). Ulat ini makan daun Alianthus sp.daun suteranya disebut sutera tasar.
  • Anthereae mylitta Drury (ulat sutera tasar India). Ulat ini makan daun ketapang (Terminalia sp.) meranti (Shorea sp) dan bungur (Lagerstomeia sp.). Sutera yang dihasilkan disebut sutera tasar.

Telur ulat sutera berbentuk lonjong, p=1.3 mm, l=1 mm dan tebal=0.5 mm, warna putih kekuningan. Telur biasanya menetas 10 hari setelah menjalani perlakuan khusus pada suhu 25° C dan pada RH 80-85%. Secara alamiah penetasan dapat dengan memberikan larutan HCl. Ulat sutera terbagi dalam 5 instar yaitu :
instar 1,2 dan 3 disebut ulat kecil dengan umur 12 hari. Pada instar ini tahan terhadap suhu 28-30 C dan RH 90-95%, menjelang istirahat nafsu makannya menurun.
instar 4 dan 5 disebut ulat besar dengan umur sekitar 13 hari. Pada instar ini membutuhkan suhu 23-25C dgn RH 70-75%. Setelah instar 5 berakhir ulat akan mengokon.
Pupa, terjadi setelah ulat selesai mengeluarkan serat ulat sutera.

Teknik Pemeliharaan Ulat Sutera 

Teknik pemeliharaan ulat sutera yang dilakukan dapat dikelompokkan berdasarkan bibit ulat sutera yang digunakan, penggunaan daun murbei, tindakan disinfeksi, tempat pemeliharaan, dan alat pengokonan yang digunakan.


Bibit Ulat Sutera

Bibit ulat sutera merupakan salah satu faktor penting dalam pemeliharaan ulat sutera. Bibit ulat sutera yang berkualitas sangat menentukan produksi kokon yang akan dihasilkan. Pada pembibitan ulat sutera dilakukan pengujian dan sertifikasi bibit untuk mengidentifikasi apakah bibit tersebut mengandung penyakit yang dapat menurunkan produksi kokon sehingga kerugian yang akan dialami oleh petani sutera dapat dihindari.

Penggunaan Daun Murbei

Produksi kokon yang dihasilkan oleh petani sutera juga ditentukan oleh tersedianya pakan ulat sutera (daun murbei). Selain jumlah daun murbei yang tersedia, jenis murbei juga dapat menentukan kualitas dan kuantitas kokon yang dihasilkan. Jenis daun murbei yang sering digunakan untuk pakan ulat sutera antara lain adalah Morus indica, M. khunpai, M. multicaulis, M. nigra dan Morus alba.
Desinfeksi

Desinfeksi adalah suatu tindakan untuk mencegah berkembangnya penyakit pada saat pemeliharaan ulat sutera. Tindakan desinfeksi dilakukan dengan cara menyemprotkan desinfektan pada tempat pemeliharaan dan alat-alat pemeliharaan ulat sutera yang digunakan. Idealnya penyemprotan desinfektan dilakukan 2 kali yaitu sebelum pemeliharaan ulat sutera dan setelah kegiatan pemeliharaan ulat sutera.
Tempat pemeliharaan ulat sutera

Tempat pemeliharaan ulat sutera dapat mempengaruhi produksi kokon yang akan dihasilkan. Pemeliharaan ulat sutera dapat dilakukan secara kecil‐kecilan dalam sala rumah tangga ataupun secara besar‐besaran. Namun, dimanapun ulat itu dipelihara, hendaknya ruangan/tempat pemeliharaan memenuhi persyaratan, terutama menyangkut suhu, cahaya, kelembaban, dan ventilasi (pertukaran) udara.


Alat pengokon

Alat pengokonan yang digunakan dapat mempengaruhi kualitas kokon yang akan dihasilkan. Di Sulawesi Selatan, alat pengokonan ulat sutera ada 4 (empat) jenis yaitu alat pengokonan dari sarang-sarang (terbuat dari ranting-ranting atau sejenis tumbuhan paku/pakis yang sudah kering), alat pengokonan dari bambu, alat pengokonan rotary , dan alat pengokonan seriframe.

Anggaran Pemeliharaan Ulat Sutera

Biaya pemeliharaan yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu biaya yang dikeluarkan oleh petani sutera pada setiap periode pemeliharaan per bibit ulat sutera. Biaya pemeliharaan ulat sutera dibedakan menjadi 2 (dua) jenis yaitu biaya investasi dan biaya produksi.
Biaya Investasi

Biaya investasi yang dimaksd dalam tulisan ini adalah biaya yang dikeluarkan oleh petani untuk membeli peralatan yang dibutuhkan dalam pemeliharaan ulat sutera. Peralatan-peralatan tersebut bisa digunakan berulang-ulang dalam beberapa periode pemeliharaan sesuai umur ekonomis dari peralatan tersebut. Besarnya biaya investasi yang harus dikeluarkan oleh petani sutera ditentukkan oleh tempat pemeliharaan ulat sutera dan alat pengokonan yang digunakan. Sesuai dengan pendapat Kadir (2008) besarnya biaya investasi untuk budidaya ulat sutera dalam 1 box berkisar antara RP. 2.306.00,- sampai Rp. 3.711.000,-.
Biaya produksi

Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan pada setiap periode pemeliharaan ulat sutera. Biaya produksi dapat dibagi menjadi 2 (dua) jenis yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap bersumber dari biaya penyusutan peralatan. Sedangkan biaya tidak tetap adalah biaya yang dikeluarkan oleh petani sutera yang besarnya dipengaruhi oleh jumlah ulat sutera yang dipelihara. Besarnya biaya produksi yang dibutuhkan pada pemeliharaan ulat sutera menurut Kadir ( 2008 ) berkisar antara Rp. 332.469,-/box sampai Rp. 393.344,-/box dengan rata-rata Rp. 350.302,-/box .

Produksi dan Analisa Pendapatan 

Pendapatan yang diterima oleh petani sutera ditentukan oleh produksi kokon yang dapat dihasilkan dalam satu periode pemeliharaan ulat sutera dan harga kokon yang berlaku di masyarakat. Produksi kokon dalam setiap box dan satu kali periode pemeliharaan berkisar antara 30,5 kg/box sampai 40 kg/ box dengan rata-rata produksi kokon sebesar 36,25 kg/box . Apabila harga kokon di tingkat petani sebesar Rp. 20.000,-/Kg, maka rata-rata pendapatan kotor yang akan diterima oleh petani sutera sebesar Rp.725.000,-/ box /periode pemeliharaan ulat sutera. Apabila dalam setahun petani sutera dapat melakukan kegiatan pemeliharaan ulat sutera sebanyak 10 kali, maka rata-rata total pendapatan kotor yang diperoleh oleh petani sutera adalah Rp.7.250.000,-/tahun.
Analisa PendapatanBiaya tetap : 100.902
Biaya tidak tetap : Rp. 249.400,-
Total biaya produksi : Rp. 350.302,-
Produksi : 36,25 kg
Harga kokon/kg : Rp. 20.000,-
Pendapatan kotor : Rp. 725.000,-
Pendapatan bersih : Rp. 374.698,- /box

Budidaya ulat sangat menguntungkan dan berprospek cukup baik mengingat kebutuhan akan benang sutra yang semakin meningkat. Untuk membudidayakannya juga tidak membutuhkan biaya yang terlalu banyak, hanya berkisar Rp 1-2 juta / box. Sementara penghasilan yang diperoleh rata-rata Rp 7 juta / tahun dengan pendapatan bersih rata-rata Rp 300 ribu / Box. Melihat kebutuhan nasional akan benang sutera yang hingga kini sebagian besar belum terpenuhi, serta peluang pasar di luar negeri yang sangat besar, maka prospek budi daya ulat sutra di masa mendatang akan sengat cerah.
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda Tinggalkan Saran Dan Komentar Anda Terus Kunjungi Newslokerlampung.blogspot.com Terima Kasih

0 komentar:

Post a Comment